Secara umum kekerasan verbal adalah kekerasan terhadap perasaan dengan mengeluarkan kata kata kasar tanpa menyentuh fisik, kata-kata yang memfitnah, kata-kata yang mengancam, menakutkan, menghina atau membesar-besarkan kesalahan.
Perlakuan kekerasan kata-kata (Verbal abuse) adalah seperti memanggil nama dengan nama hewan, mengatai “bodoh”, mencaci maki, marah-marah, perasaan ketika mendapatkan perlakuan kekerasan kata-kata (verbal abuse) bagi remaja adalah perasaan sedih, dendam dan ingin membalas, Respon ketika mendapatkan kekerasan kata-kata (Verbal abuse) adalah menghiraukan orang yang melakukan kekerasan kata-kata (Verbal abuse) dan pengen bantah, dampak dari kekerasan kata-kata (verbal abuse) pada remaja adalah dampak psikis dan dampak positf. Dampak psikisnya adalah perasaan kecewa dan sakit hati, dampak positif seolah-olah akan menjadi penurut kepada orang tua.
Pengalaman kekerasan kata-kata (Verbal abuse) pada remaja ketika mendapatkan perlakuan kekerasan kata-kata (Verbal abuse) adalah seperti memanggil nama dengan nama hewan, mengatai “bodoh”, mencaci maki, marah-marah, perasaan ketika mendapatkan perlakuan kekerasan kata-kata (verbal abuse) bagi remaja adalah perasaan sedih, dendam dan ingin membalas, Respon ketika mendapatkan kekerasan kata-kata (Verbal abuse) adalah menghiraukan orang yang melakukan kekerasan kata-kata (Verbal abuse) dan pengen bantah, dampak dari kekerasan kata-kata (verbal abuse) pada remaja adalah dampak psikis dan dampak positf
Kekerasan dengan kata-kata lebih menyakitkan dari kekerasan fisik bagaimana kata-kata yang hanya berupa rangkaian huruf akan membentuk kalimat bisa lebih menyakitkan dari pada kekerasan fisik. Kekerasan pada tingkat anak terbagi atas empat kekerasan, yaitu tindak kekerasan fisik, psikis, seksual dan dan pengabaian. (Arsih, 2010)
Kekerasan fisik meliputi pemukulan, penganiayaan, ditampar dan ditendang dan kekerasan psikis contohnya kekerasan verbal.Verbal abuse atau biasa disebut dengan emotional child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang merugikan (Nidya, 2014). Ini menunjukkan bahwa kekerasan dari anak atau remaja yang lebih tua lebih kuat , lebih berani, dan lebih-lebih yang lainnya bisa menurunkan martabat remaja.
Fenomena ini akhirnya menjadi suatu mata rantai yang tidak terputus, dimana setiap generasi akan memperlakukan hal yang sama untuk merespon kondisi situasional yang menekannya, hingga pola perilaku yang diwariskan ini menjadi budaya kekerasan.
Pendapat ini telah sesuai dengan teori yaitu pengertian dari kekerasan kata-kata (verbal abuse) atau biasa diebut dengan emosional child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang merugikan (Arsih, 2010). Beberapa pendapat juga menyatakan bahwa kekerasan kata-kata (verbal abuse) adalah kata-kata yang menyakitkan hati dan kata-kata yang tidak pantas diterima. Pendapat ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa bahwa kekerasan kata-kata (verbal abuse) terjadi ketika orang tua atau pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, menyuruh anak untuk diam atau jangan menangis (Arsih, 2010).